Prembun
(29/09) — HIV
(Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan
penyakit. Sedangkan, AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
adalah kondisi di mana HIV sudah pada tahap infeksi akhir. HIV adalah penyakit
seumur hidup. Dengan kata lain, virus HIV akan menetap di dalam tubuh penderita
seumur hidupnya. Oleh karena itu, perlu adanya usaha untuk mencegah peningkatan
penderita HIV/AIDS, sebagai pelajar kita bisa membantu dengan menjadi Duta
HIV/AIDS. Duta HIV/AIDS adalah orang yang memiliki tugas untuk mengkampanyekan
program HIV/AIDS kepada kalangan umum, baik secara offline dengan mengadakan
sosialiasi maupun secara online dengan membuat konten edukasi mengenai
HIV/AIDS.
SMAN 1 Prembun merupakan salah satu sekolah yang peduli akan penyakit HIV/AIDS, salah satu bentuk kepeduliannya yaitu dengan ikut serta kedutaan HIV/AIDS. Pada tahun ini, terdapat 3 siswa SMAN 1 Prembun yang lolos seleksi Duta HIV/AIDS, diantaranya yaitu Dhea Alesya Alvaretta dari kelas XII-1, Rully Krisnadiyah Rebecca dari kelas XII-5, dan Muhammad Hafidh Maulidina dari kelas XI-7. Selain karena mereka diminta pihak sekolah untuk mengikuti kompetisi Duta HIV/AIDS tersebut karena kemampuan dan prestasi mereka yang cukup memadai, mereka juga setuju untuk ikutserta karena terinspirasi dari kakak kelas mereka yang juga menjadi duta HIV/AIDS angkatan sebelumnya.
Terdapat
banyak hal yang perlu mereka persiapkan untuk mengikuti seleksi tersebut. Hal
yang paling utama untuk dipersiapkan tentunya yaitu persetujuan dari pihak
orang tua. Tak jarang bagi peserta seleksi yang kesulitan mendapatkan izin
untuk mengikuti seleksi ini oleh orang tua mereka dengan alasan takut proses
belajar mereka terganggu. Masalah tersebut ternyata juga dialami oleh Dhea,
Rully, dan
Hafidh. Cara mereka untuk mendapatkan izin cukup mudah, yaitu dengan menjelaskan bagaimana
manfaat mejadi duta dan memperlihatkan
kegiatan duta-duta HIV/AIDS dari berbagai daerah di Indonesia, hingga pada
akhirnya orang tua mereka memberikan izin.
“kalo
dari aku pasti selalu meminta izin lebih dulu, apa boleh mau ikut ini dengan
kegiatan ini itu, dan apabila itu hal positif pasti dari orang tua saya
mengizinkan namun dengan syarat kamu bisa ngimbangin belajar kamu di sekolah,”
Ucap Rully.
Selain
izin, mereka juga perlu mempersiapkan bekal materi untuk tahap seleksi tes
tertulis. Mereka tentunya tidak mempersiapkan semuanya sendiri, para guru dan
kakak kelas yang menjadi duta sebelumnya ikut membantu dengan membimbing dan
memberikan beberapa materi mengenai HIV/AIDS, penularan seksual, pernikahan
dini, serta berita seputar Kebumen. Mereka juga menelaah informasi
melalui Google, web kesehatan, YouTube, dan konten edukasi tentang HIV Aids di
Instagram. Berbagai sumber informasi ini nyatanya sangat membantu mereka
dikarenakan pelaksanaan seleksi tes tertulis dengan ujian semester bersamaan
sehingga cukup membuat mereka kesulitan.
Terdapat
beberapa tahap seleksi di sekolah untuk bisa menjadi duta perwakilan sekolah,
diantaranya yaitu, tahap wawancara, tahap pengukuran tinggi dan berat badan,
dan ada juga tahap unjuk bakat. Di tahap wawancara terdapat 3 pos dengan 3 guru
yang menilai seleksi pada tahap tersebut. Pada saat tahap unjuk bakat, Dhea, Hafidh, dan Rully
membawakan penampilan yang berbeda-beda. Dhea menampilkan story telling
dengan judul cerita Sangkuriang, Hafidh menampilkan Tari Jaran Kepang, sedangkan Rully
menunjukkan hobinya dalam bermain music dan bernyanyi. Sedangkan untuk seleksi
tingkat sekolah terdapat 5 tahap, yang pertama yaitu tahap registrasi, dengan
mengumpulkan berkas berkas di kantor KPA Kebumen. Tahap kedua, seleksi tes
tertulis yang diadakan di Hotel Grand Kolopaking. Tahap ketiga ada tes
wawancara, dilaksanakan ditempat yang sama yaitu Hotel Grand Kolopaking. Tahap
yang keempat yaitu, pembekalan dan karantina selama 2 hari, dan yang terakhir yaitu,
grand final di aula sekertarias.
Banyaknya siswa dari berbagai penjuru sekolah yang berpartisipasi, hanya ada sekitar 154 peserta yang lolos seleksi tahap tes tertulis. Dari 145 siswa yang mengikuti seleksi duta HIV/AIDS ini, hanya ada 40 diantaranya yang lolos tes tertulis dan dapat melanjutkan ke tahap wawancara. Pada tahap wawancara, hanya terdapat 20 siswa yang lolos. Penilaian seleksi yang dilakukan oleh para juri melalui pertimbangan seperti pada tahap tertulis, dimana 40 siswa yang memiliki skor paling tinggi dapat melanjutkan ke tahap berikutnya. Sedangkan pada saat tahap wawancara, penilaian tergantung pada 4 pos yang tersedia. Pos tersebut ialah pos psikologi, pos tentang HIV/AIDS, pos public speaking, kemudian yang terakhir yaitu pos unjuk bakat dan literasi.
Seorang Duta HIV/AIDS bertugas selama satu tahun penuh untuk menjalankan
berbagai kegiatan yang bermaksud untuk mencegah peningkatan penyakit HIV/AIDS.
Contohnya seperti program sosialisasi satu bulan untuk mengunjungi satu pondok
pesantren dan satu sekolah. Selain itu, terdapat kegiatan di media sosial
seperti live Instagram dan membuat konten tentang pengertian, pencegahan dan
atau tahap HIV/AIDS yang diunggah ke Instagram, Tik Tok, dan YouTube. Mereka
juga mengadakan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan dampak dan
pencegahan HIV/AIDS. Beberapa tempat yang sudah terlaksana guna kegiatan
sosialisasi tersebut yaitu di Alun-alun Kebumen, Alun-alun Pancasila, dan
Pantai Kembar.
Dalam
masa seleksi terdapat banyak pengalaman berkesan, seperti kata Hafidh dimana
hal yang paling berkesan yaitu pada saat pembekalan dan karantina. Karena selama
tiga hari dua malam mendapatkan berbagai materi dari para narasumber dan dapat mengenal serta berbagi cerita dengan
teman dari sekolah lain. Selain itu, jam tidur dan kegiatan saat pembekalan
diatur dan terjadwal, terutama ketika pemberian materi oleh narasumber sehingga
harus memperhatikan dengan seksama materi yang disampaikan.
Tidak hanya pengalaman, mereka juga mendapatkan informasi mengenai bagaimana cara menghadapi orang yang terkena HIV/AIDS. Dimana mereka diajarkan untuk lebih bersabar dan lebih berhati-hati dalam menghadapi orang tersebut dikarenakan orang yang terjangkit suatu penyakit pasti cenderung lebih sensitif. Selain itu, seorang narasumber psikolog juga menyampaikan bagaimana cara menjadi teman yang baik, cara mengatur emosi, serta menjelaskan hukum dan hak seorang anak.